Sabtu, 28 Oktober 2017

MY STORY

KETAKUTANKU

Setiap orang memiliki ketakutan mereka masing-masing .Mulai dari hal-hal kecil, aneh, menjijikkan, maupun hal-hal yang memang bisa dibilang mengerikan.Coba berpikir jernihlah, renungkanlah apakah ‘itu’ memang ketakutan terbesarmu,yang bahkan seringkali menghantuimu ketika tidur.Apa hal yang paling kau takuti sampai saat ini?Apakah itu dirimu sendiri? Ataukah itu hanya kepura-puraanmu saja?.Beberapa orang hanya ingin mencari perhatian dengan berpura-pura.
Di sini, aku ingin berbagi rasa takutku.Bukan rasa ‘sok’ takutku.Meskipun aku sendiri belum yakin mengenai hal tersebut. Aku hanya menganalisis berdasarkan pengalaman yang pernah kualami beberapa kali semasa hidupku.Masa di mana setiap hari ku jumpai deretan meja dan kursi. Masa di mana tercium bau menyengat spidol yang menggores papan tulis.Masa di mana aku dan teman-teman menggendong tas berjejal penuh buku-buku.Masa  di mana aku belajar sebagai murid.Masa-masa sekolah yang kini telah kutinggalkan.
Di saat ku duduk dibangku sekolah dasar, entah kelas berapa aku sudah tak mengingatnya.Waktu itu pelajaran olahraga di lapangan dekat sekolah bersama dengan sekolah…Atau beberapa sekolah lain?Entahlah,aku tak begitu ingat. Yang masih ku ingat dengan jelas , teman-temanku berselisih dengan salah satu sekolah tersebut hanya karena hal sepele yang dibesar-besarkan.Masalah anak kecil…Sudah biasa…Tapi saat itu akupun juga masih bocah.Emosiku ikut terpancing meskipun tidak separah beberapa temanku.
Ketika itu , sekolahku SD A (sebut saja seperti itu) dan SD X( nama disamarkan) sedang melakukan latih tanding sepakbola yang berakhir dengan kemenangan sekolahku. Sekolah X pun merasa tidak terima dengan hasilnya. Mereka mulai mencemooh kami secara terang-terangan , diam-diam menukar bola sekolah mereka dengan milik kami.Di saat sampai di sekolah,kami baru tersadar jika bola kami tertukar .Tentu saja ada emosi temanku yang terpancing. Guru kami yang menyadari itupun meminta kami untuk tetap tenang  dan jangan terlalu memikirkannya.Para guru yang akan menangani masalah ini. Namun hal tersebut tidak berpengaruh banyak. Teman-teman terlanjur emosi. Hal tersebut dikarenakan terdengar kabar SD X mulai kelewat batas menghina guru-guru kami. Entah kabar itu benar atau hanya hasutan salah seorang di antara teman-temanku ,dan mungkin saja hasutan dariku. Oh tidak.Tentu saja yang terakhir itu tidak benar. Aku berani bersumpah ,aku bukan orang yang seperti itu.Dan entah kabar itu benar atau tidak ,yang jelas kabar tersebut telah membuat teman-temanku, termasuk diriku geram bukan main.
Kami  menunggu SD X  lewat di depan sekolah kami karena sekolah kami memang pulang lebih awal daripada SD X. Dan tentu saja karena jalan ke SD X memang melewati sekolah kami. Ketika mereka tiba, mata kami bersirobok, saling mendelik satu sama lain.Kurang ajar.Tadi waktu guru kami masih ada mereka diam saja.Melihat itu,salah satu temanku langsung maju dan melempar bola mereka yang masih di tangan kami sekuat tenaga mengenai salah satu sepeda mereka.Beruntung tidak sampai jatuh.
Belum puas, temanku menghampirinya dengan luapan emosi yang siap meledak kapan saja. Entah sial atau beruntung guru-guru sudah meninggalkan sekolah. Dan lagi, sekolah kami memang jauh dari wilayah penduduk.Tak kan ada yang melihatnya. Mungkin begitulah pikir kami, juga mereka.Temanku berteriak tepat di depan wajah mereka,teriakan yang intinya membela guru-guru kami.Tentu saja, guru kami tak ada kaitannya dengan masalah ini.Kenapa juga mereka harus dihina?!Dasar bocah tak tahu tata karma.Minta maaf pun tidak.
Mereka pun mulai menampakkan tanda-tanda perkelahian.Saling adu dorong dengan tinju mengepal, siap melayang kapan saja.Di sini aku mulai merasa ketakutan. Tanganku mulai mendingin, kakiku mulai lemas.Suaraku tercekat ketika sampai di ujung lidah,serasa akan bergetar jika kukeluarkan.Entah apa yang kutakutkan.Takut ketahuan orang dewasa? Kurasa bukan.Takut masalah ini menjadi besar?Tidak juga.Masalah ini sudah menjadi besar.Dan yang terakhir ini mungkin yang paling benar. Aku  takut melihat orang berkelahi, terlebih jika dengan adu fisik dan saling berteriak kasar satu sama lain. Aku takut melihat mereka terluka.Bukan hanya temanku, tapi juga lawan kami.Aku tak pernah memihak siapapun di sini. Aku memang kesal,tapi tak sampai meledakkan emosi seperti beberapa temanku.Tindakan teman-temanku pun tidak bisa dibenarkan juga.Berkelahi bukanlah jalan tengah yang patut dilakukan. Di saat itupun aku menjerit, diiringi isakan tertahan, memohon agar jangan berkelahi. Aku tidak ingin melihat orang-orang terluka hanya karena ego masing-masing.

Beruntung ada yang sependapat denganku, baik itu beberapa temanku, maupun siswa SD X yang lain, yang memang tidak suka dengan jalan kekerasan.Tidak sepertiku yang gemetar ketakutan, mereka semua menghadapi orang-orang yang akan berkelahi dengan tenang.Biarlah mereka berpikir aku lemah, pengecut, atau  apapun itu.Aku hanya tidak kuat melihat teman…ataupun orang lain terluka hanya karena berkelahi.Apapun itu alasannya, aku benar-benar tidak sanggup melihat orang berkelahi.Terlebih jika di depan mata kepalaku sendiri.

Senin, 02 Oktober 2017

Kumpulan Puisi

IKATAN
  Oleh: Anisa Nurkhasanah                                               
Bukan aku yang menginginkan takdir semacam ini
Bukan pula engkau
Maka itu bukan kita
Hanya perlu mengetahui
Takdir menginginkan hal ini
Kita pun terjebak antara ketidakpastian
Dan pada akhirnya kita jatuh cinta
               
                  Namun takdir mempermainkan kita
                  Dengan membuatmu melupakan segalanya
                  Segala kenangan kita
                  Dan aku pun terusir dari duniamu
                  Di saat itu pun aku akan menghilang
                  Bersama dengan masa lalumu
                  Yang terkubur entah di mana 

Tapi masih kah ada kesempatan bagiku
Untuk menjadi masa depanmu ?
Takdir mungkin memisahkan kita
Tapi ikatan itu akan selalu ada
Aku pun tahu kau merasakannya
Biarlah perasaan ini begini adanya
Lanjutkan hidup meski jalan kita berbeda

LOST
Oleh : Anisa Nurkhasanah

Cawan itu terjun...membentur keramik
Dengan bunyi berkeretak
Di dalamnya..cairan hitam mengalir
Menggenangi lantai yang telah kusam
Langkah kaki beradu waktu
Suara itu terdengar tercekat
Mata terpancang ke depan ...berkaca-kaca
Menyiratkan duka yang teramat sangat
Menggumamkan kata mustahil berkali-kali
               Bahu kokohnya bergetar
                Terdengar isakan tertahan
               Isakan tangisnya untukmu
               Membasahi pembaringanmu
               Tangan hangatnya membelaimu
               Namun rasanya hanya kehampaan
              Suhu dinginmu menyapanya
               Bersama jiwamu yang telah mati
              Tak ada lagi mata yang berbinar
              Menyambut kepulanganmu setiap hari
             Tak ada lagi sapaan selamat pagi
              Sebab bibir telah terkatup
             Dengan senyum damai menyayat hati
UNDERSTAND ME
Bolehkah aku meminta ?
Bisakah kau memenuhinya?
Dengan sangat aku memohon
Tolong katakan hal itu sekali lagi
Atau...lakukanlah sesuatu
Agar aku dapat memastikan
Hati ini telah teralihkan
Oleh seseorang di luar sana
              Kau telah melakukannya
              Sapaanmu sudah cukup....
             Lebih dari cukup...
             Tuk memastikan perasaanku
             Yang masih sama selerti tiga tahun lalu
              Ketika pertama kali ku mengenalmu
             Ketika kau mendorong kursi sahabatku
            Ketika kau membuatnya jatuh cinta
Di saat itu hancurlah sudah
Tuk kesekian kalinya aku tersakiti
Hanya karena sebuah perasaan 
Yang datang dengan sesuka hati
Dan selalu di saat yang kurang tepat
DOPPELGANGER
Oleh : Anisa Nurkhasanah

Di lain tempat temukanlah aku
Temukanlah diriku yang lain
Yang selalu apa adanaya
Pahamilah diriku dengan hati
Tak perlulah dirimu bersungkan diri
Di tempat ini ku takkan menutup diri
Tak akan ada ekspresi pura-pura
Tak akan ada keraguan
Tak akan ada diriku yang melarikan diri

                Tempat yang tak asing bagi kita
                Selalu saja menekan diri ini
                Sebab dirimu tak asing lagi
                Bagi mereka yang telah lama mengenalmu
                Dan mungkin juga diri ini 
                Yang telah mengenal semuanya
                Di tempat itu tak lagi ada kebebasan bagiku
               Tuk mengenalmu lebih dalam
               
Mereka menjauhkanmu dariku
Tak memberiku kesempatan
Tuk sekedar menyapamu
Mendengar suaramu dari dekat
Namun senyuman lembut itu
Senyuman yang hanya kau tunjukkan padaku
Selalu mampu membuatku bertahan